Walad dan Ghulām dalam Al-Qur'an



Kemukjizatan Al-Qur’an menjadi nyata dengan bukti keberadaan ayat-ayat taḥaddī di dalamnya dan ketidakmampuan para penentang-penentangnya untuk mendatangkan atau membuat sesuatu yang dapat menandinginya. Kemukjizatan tersebut terdapat pada aspek kebahasaan yang hampir disepakati oleh para ulama sebagai aspek kemukjizatan Al-Qur’an yang paling dapat dicerna secara ilmiah. Bahasa yang digunakan oleh Al-Qur’an dinilai memiliki jamāliyah yang tak dapat disaingi oleh penyair, sastrawan dan pengarang manapun sepanjang masa. Aspek ini didedah lebih terperinci di dalam kajian-kajian ilmu balaghah yang meliputi ilmu ma’ani, ilmu bayan dan ilmu badi’.

Di antara yang menjadi rahasia keindahan Al-Qur’an adalah pemilihan kata dengan makna yang rinci dan teliti sesuai dengan peletakannya dalam suatu struktur sehingga terkadang ada dua lafaz yang secara umum dipandang bersinonim, namun justru ada perbedaan identik yang memiliki rahasia keindahan dan bahkan isyarat-isyarat tertentu yang terkandung di dalamnya.

Ada dua kosakata di dalam bahasa Arab yang tampak bersinonim namun memiliki nuansa makna yang berbeda setelah di rangkai oleh struktur dan konteks (muqtaḍā al-ḥāl) dalam Al-Qur’an, yaitu kata walad dan ghulām. Dua kata ini tertera di dua tempat yang berbeda. Walad digunakan pada kisah Zakariya di dalam Ali Imran 40, dan ghulām digunakan pada kisah Maryam di dalam Ali Imran 47.

Pada kisah Zakariya, Allah berfirman:

فَنَادَتْهُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَهُوَ قَاۤىِٕمٌ يُّصَلِّيْ فِى الْمِحْرَابِۙ اَنَّ اللّٰهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيٰى مُصَدِّقًاۢ بِكَلِمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ وَسَيِّدًا وَّحَصُوْرًا وَّنَبِيًّا مِّنَ الصّٰلِحِيْنَ ٣٩ قَالَ رَبِّ اَنّٰى يَكُوْنُ لِيْ غُلٰمٌ وَّقَدْ بَلَغَنِيَ الْكِبَرُ وَامْرَاَتِيْ عَاقِرٌ ۗ قَالَ كَذٰلِكَ اللّٰهُ يَفْعَلُ مَا يَشَاۤءُ ٤٠

(39)  Lalu, Malaikat (Jibril) memanggilnya (Zakariya) ketika dia berdiri melaksanakan salat di mihrab, “Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran) Yahya yang membenarkan kalimat dari Allah, (menjadi) anutan, menahan diri (dari hawa nafsu), dan seorang nabi di antara orang-orang saleh.”

(40)  Dia (Zakariya) berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak (ghulām), sedangkan aku sudah sangat tua dan istriku pun mandul?” (Allah) berfirman, “Demikianlah, Allah melakukan apa yang Dia kehendaki.”

Bandingkan dengan kisah Maryam pada 7 ayat setelahnya, yaitu Ali Imran 47.

اِذْ قَالَتِ الْمَلٰۤىِٕكَةُ يٰمَرْيَمُ اِنَّ اللّٰهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِّنْهُۖ اسْمُهُ الْمَسِيْحُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَجِيْهًا فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِيْنَۙ ٤٥ وَيُكَلِّمُ النَّاسَ فِى الْمَهْدِ وَكَهْلًا وَّمِنَ الصّٰلِحِيْنَ ٤٦ قَالَتْ رَبِّ اَنّٰى يَكُوْنُ لِيْ وَلَدٌ وَّلَمْ يَمْسَسْنِيْ بَشَرٌ ۗ قَالَ كَذٰلِكِ اللّٰهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُ ۗاِذَا قَضٰٓى اَمْرًا فَاِنَّمَا يَقُوْلُ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ ٤٧

(45) (Ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata, “Wahai Maryam, sesungguhnya Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu tentang (kelahiran anak yang diciptakan) dengan kalimat dari-Nya, namanya Isa Almasih putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat serta termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah).

(46) Dia berbicara dengan manusia (sewaktu) dalam buaian dan ketika sudah dewasa serta termasuk orang-orang saleh.”

(47) Dia (Maryam) berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku akan mempunyai anak (walad), padahal tidak ada seorang laki-laki pun yang menyentuhku?” Dia (Allah) berfirman, “Demikianlah, Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki.” Apabila Dia hendak menetapkan sesuatu, Dia hanya berkata padanya, “Jadilah!” Maka, jadilah sesuatu itu.

Jika diperhatikan, pada surah Ali Imran 40, Zakariya mengatakan أنى يكون لي غلام. Sementara Maryam pada surah Ali Imran 47 mengatakan أنى يكون لي ولد. Lalu apa perbedaannya sehingga harus menyebutkannya dengan dua kata yang berbeda secara bentuk?!

Jika ditelusuri, kosakata walad lebih umum dari pada ghulām. Keumuman walad digunakan untuk menunjukkan anak laki-laki, perempuan, tunggal atau jamak. Jadi ketika disebutkan lafaz walad, maka bisa berarti anak tersebut laki-laki atau perempuan, tunggal atau jamak. Selain itu, terkadang kosakata walad tidak terikat oleh usia, berbeda dengan ghulām yang terikat oleh usia kanak-kanak.

Al-Samarra’i memberikan contoh penggunaan kosakata walad yang menunjukkan makna jamak, di dalam surah al-Kahfi 39:

وَلَوْلَآ اِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاۤءَ اللّٰهُ ۙ لَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللّٰهِ ۚاِنْ تَرَنِ اَنَا۠ اَقَلَّ مِنْكَ مَالًا وَّوَلَدًاۚ ٣٩

39.  Mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan, “Mā syā’allāh, lā quwwata illā billāh” (sungguh, ini semua kehendak Allah. Tidak ada kekuatan apa pun kecuali dengan [pertolongan] Allah). Jika engkau anggap harta dan keturunanku lebih sedikit daripadamu,

Adapun ghulām, maka ia adalah kosakata yang penggunaannya hanya menunjukkan makna anak laki-laki tunggal. Ghulām juga terikat oleh usia kanak-kanak.

Sampai di sini kita bisa melihat kaitan penggunaan kedua kosakata tersebut kepada ayat sebelumnya. Pada kisah Zakariya pada surah Ali Imran 39-40, ketika ia diberi kabar gembira dengan hadirnya seorang putra bernama Yahya, maka ungkapan yang digunakan adalah أن الله يبشرك بيحيى, sesungguhnya Allah memberimu kabar gembira dengan (kelahiran) Yahya. Oleh karenanya, Zakariya menjawab dengan ungkapan أنى يكون لي غلام. Berita gembira yang dikabarkan kepada Zakariya adalah kelahiran Yahya (sudah definitif, yaitu anak laki-laki dan tunggal), sehingga Zakariya menjawabnya menggunakan kosakata ghulām.

Berbeda dengan kisah Maryam pada surah Ali Imran 45-47. berita gembira yang disampaikan kepadanya menggunakan ungkapan إن الله يبشرك بكلمة منه. Pilihan kata yang digunakan adalah بكلمة منه yang bersifat umum. Oleh karena itu, Maryam menjawabnya dengan pilihan kosakata yang juga umum, yaitu walad: أنى يكون لي ولد.

Namun, di tempat lain, Maryam juga menggunakan kosakata ghulām, yaitu di surah Maryam 19-20:

قَالَ اِنَّمَآ اَنَا۠ رَسُوْلُ رَبِّكِۖ لِاَهَبَ لَكِ غُلٰمًا زَكِيًّا ١٩ قَالَتْ اَنّٰى يَكُوْنُ لِيْ غُلٰمٌ وَّلَمْ يَمْسَسْنِيْ بَشَرٌ وَّلَمْ اَكُ بَغِيًّا ٢٠

(19) Dia (Jibril) berkata, “Sesungguhnya aku hanyalah utusan Tuhanmu untuk memberikan anugerah seorang anak laki-laki yang suci kepadamu.”

(20) Dia (Maryam) berkata, “Bagaimana (mungkin) aku mempunyai anak laki-laki, padahal tidak pernah ada seorang (laki-laki) pun yang menyentuhku dan aku bukan seorang pelacur?”

Mengapa di dalam surah tersebut Maryam menggunakan pilihan kosakata ghulām? Hal itu karena berita yang disampaikan kepadanya juga menggunakan kosakata ghulām: لأهب لك غلاما زكيا. Sehingga Maryam pun menjawabnya dengan kosakata yang sama: قالت أنى يكون لي غلام.

Demikianlah Al-Qur’an begitu jeli dalam meredaksikan kandungan-kandungan yang disampaikan. Setiap pilihan lafaz dan makna yang digunakan memiliki kegayutan, kohesi dan keherensi yang sempurna antara satu bagian dengan bagian yang lain. Wallahua’lam.