Proses dan Siklus Kehidupan

Al-Hadid Ayat 6

Al-Qur’an selalu detail dalam mengungkapkan sesuatu. Setiap huruf, lafaz, kalimat, susunan, struktur dan urutan yang diungkapkan oleh Al-Qur’an memiliki rahasia linguistik yang menyiratkan hikmah-hikmah tertentu.

Membaca surah al-Hadid pada ayat-ayat awal berisi tentang dorongan untuk beriman kepada Allah dan berinfak di jalan-Nya. Diawali oleh beberapa ayat yang berisi pengagungan kepada Allah, Sang Pencipta dan Pemilik kerajaan langit dan bumi, serta Pemilik nama-nama dan sifat-sifat agung yang melekat kepada-Nya. Hingga sampai pada ayat 4, Allah berfirman:

هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِۗ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِى الْاَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاۤءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيْهَاۗ وَهُوَ مَعَكُمْ اَيْنَ مَا كُنْتُمْۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌۗ ٤

Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian, Dia bersemayam di atas ʻArasy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya serta apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke sana. Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Di dalam ayat ini, Allah Swt. menegaskan bahwa Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam waktu enam hari kemudian beristiwa di atas Arasy. Disebutkan bahwa waktu enam hari tersebut dimulai hari Ahad dan berakhir hari Jumat. Mungkin sebagian bertanya-tanya, tidak mampukah Allah menciptakannya dalam waktu sekejap? Mengapa harus enam hari? Pertanyaan ini sebenarnya sudah lama dijawab oleh para ulama seperti al-Qurthubi dan Ibnu al-Jauzi di dalam tafsirnya. Namun, bukan itu yang akan saya mention dari ayat tersebut, tetapi susunan pada penggalan ayat berikutnya, yang nantinya juga memberikan pelajaran berharga yang memiliki kaitan erat dengan hikmah penciptaan langit dan bumi selama enam hari.

Pada lanjutan ayat tersebut, Allah berfirman:

يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِى الْاَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاۤءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيْهَاۗ

Struktur tersebut menjelaskan bahwa Allah mengetahui sesuatu yang berhubungan dengan bumi dan langit. Coba perhatikan susunannya: Allah mengetahui: (1) sesuatu yang masuk ke bumi, (2) sesuatu yang keluar dari bumi, (3) sesuatu yang turun dari langit, (4) sesuatu yang naik ke langit.

Susunan tersebut jika diperhatikan, maka akan mengilustrasikan rangkaian proses alamiah dalam siklus dan cara kerja kehidupan alam semesta.

Al-Samarra’i menjelaskan bahwa susunan ‘sesuatu yang masuk ke bumi’ didahulukan dari ‘sesuatu yang keluar dari bumi’, dan ‘sesuatu yang turun dari langit’ didahulukan dari ‘sesuatu yang naik ke langit’. Sesuatu yang turun dan masuk di sebutkan terlebih dahulu dari sesuatu yang keluar dan naik. Mengapa demikian? Karena pada umumnya, sesuatu yang turun dari langit akan masuk ke bumi. Dan sesuatu yang masuk ke bumi akan berproses dan keluar dari bumi serta sebagian darinya naik kembali ke langit.

Al-Samarra’i melanjutkan, mengapa bumi disebutkan terlebih dahulu dari pada langit? Hal tersebut karena konteks ayat berkaitan dengan penduduk bumi sebagaimana pada lanjutannya: وهو معكم أينما كنتم والله بما تعلمون بصير.

Ayat ini mengajarkan kita akan adanya proses dan siklus di dalam kehidupan. Proses dan siklus ini berkaitan dengan bagaimana kita menjalani kehidupan, memenuhi kebutuhan, mencapai tujuan-tujuan yang kita cita-citakan, meraih kebahagiaan sebagai hamba Allah, yang itu semuanya tidak akan lepas dari kepastian adanya proses yang inheren dengan siklus alam semesta.

Adakalanya manusia harus menanam terlebih dahulu untuk kemudian ia akan memetik buahnya. Masuk dalam-dalam menghujam ke tanah agar supaya benih tersebut tumbuh suatu saat jika siklus pertumbuhannya sudah sampai.

Bukankah Ibnu Athaillah pernah berkata dalam Hikam-nya: tanamlah dalam-dalam wujud eksistensimu, sebab apa yang tumbuh tanpa melalui proses (siklus penanaman) tak akan sempurna hasilnya.

Melalui hikmah ini, Ibnu Athaillah sejatinya juga mengajarkan siklus alam semesta kepada kita. Mengajarkan proses dalam perjalanan hidup manusia. Bahwa segala hal yang diharapkan terjadi, tak akan serta merta terjadi, melainkan harus melalui tahapan-tahapan prosesnya.  

Manusia tidak akan mampu mengubah siklus alam semesta. Siklus yang memaksanya untuk tidak boleh tidak harus selalu prosedural sesuai proses yang harus dilalui. Namun tak perlu khawatir, siklus alam semesta ini tentunya saling beradaptasi dengan keberadaan manusia itu sendiri sebagai bagian dari alam semesta. Seberat apapun proses dan siklus yang harus dihadapi, manusia tetaplah bagian dari alam semesta. Ia tetap bagian dari penghuni bumi yang diciptakan oleh-Nya.

Hal inilah yang sebenarnya ingin diajar-pahamkan oleh Allah kepada manusia dalam penciptaan langit dan bumi selama enam hari. Bukan karena Allah tidak mampu, namun karena Allah ingin manusia belajar dari proses alam semesta.